Ditetapkan, 2,5 Juta Ha Hutan Desa dan Kemasyarakatan

Kementerian Kehutanan Republik Indonesia menargetkan hutan kemasyarakatan dan hutan desa di seluruh Indonesia seluas 2,5 juta hektare.

“Yang sudah ada penetapan berupa SK Menhut, baru seluas 160 ribu hektare hutan kemasyarakatan dan 84 ribu hutan desa,” ungkap Robert CD Kaban, Dirjen BP DAS PS Kemenhut, di sela workshop perubahan iklim dan perhutanan masyarakat di Hotel Santika, Rabu (6/6).

Menurut Robert Kaban, dari total 2,5 juta hektare hutan yang ditargetkan, 2 juta hektare di antaranya berbentuk hutan kemasyarakatan dan 500 ribu hektare hutan desa.

Robert menjelaskan, dari 160 ribu hektare yang telah ada SK Menhut, seluas 45.000 hektare telah mendapat izin usaha pemanfaatan dari bupati untuk hutan kemasyarakatan. Sedangkan 15.000 hektare hutan desa yang telah mendapatkan hak pengelolaan dari gubernur masing-masing provinsi di Indonesia.

“Di Kalbar, ada empat kabupaten yang telah memiliki hutan desa dan dua kabupaten yang memiliki hutan kemasyarakatan. Yakni Kabupaten Ketapang, Kayong Utara, Sintang, dan Kapuas Hulu. Sedangkan hutan kemasyarakatan dua kabupaten yaitu Kabupaten Sanggau dan Sekadau,” ujarnya.

Ditetapkannya hutan desa dan hutan kemasyarakatan, merupakan kesempatan masyarakat untuk mengelola hutan yang selama ini dimiliki perusahaan dan lain sebagainya.

“Dengan mengelola, ada kesempatan kerja, kesempatan mencari nafkah di hutan tersebut, karena masyarakat bisa menanam dan mengelola hutan dan kawasan hutan pun bisa lestari,” katanya.

Hanya saja, kesempatan pengelolaan tersebut tidak bisa dilakukan secara sembarangan. Misalnya dengan diberikannya izin, masyarakat juga tidak bisa melakukan aktivitas penebangan pohon di kawasan hutan tersebut.

Pemerintah, lanjutnya, setelah diberikan izin harus memberikan pemahaman kepada masyarakat dan pendampingan dari Non Goverment Organisation (NGO).

“Dalam bentuk peningkatan kapasitas masyarakat, dengan membantu membuat rencana tahunan untuk hutan desa dan hutan kemasyarakatan,” kata Robert.

Beberapa hutan kemasyarakatan dan hutan desa yang telah berhasil di antaranya di Provinsi Lampung dan Provinsi Jambi. Penetapan perhutanan sosial membuat masyarakat punya legalitas atas hutan yang dimilikinya. “Legalitas ini akan sangat terasa saat warga berhadapan kekuatan dari luar. Misalnya dengan perusahaan sawit atau HPH,” katanya.

Selain itu, kayu, tanaman hutan, alam, dan hasil hutan nonkayu bisa dimanfaatkan oleh masyarakat setempat. Daerah aliran sungainya, bisa digunakan untuk tenaga listrik mikrohidro. Dengan program ini, diharapkan masyarakat sekitar hutan, tak lagi jadi kambing hitam, dituding sebagai perusak atau perambah hutan

Ia juga mengungkapkan, tidak adanya akses legal masyarakat terhadap hutan dan kemiskinan menjadi salah satu penyebab perusakan hutan. Puluhan juta jiwa yang tinggal di kawasan hutan di Indonesia adalah masyarakat miskin.

Angka ini seiring dengan lajunya degradasi hutan yang mencapai angka 0,8 juta hektare per tahun. “Sehingga, dengan adanya perhutanan sosial ini, masyarakat mempunyai payung hukum atas hutan yang dimilikinya,” tambahnya.

Sementara itu, Darmawan Liswanto, Direktur Fauna Flora International Indonesian Programme, menambahkan, kendala mendasar program ini adalah proses pengusulan hutan desa yang mencapai sekitar 20 tahapan, cukup menyulitkan masyarakat.

“Selain itu, masyarakat diminta melakukan penyusunan Rencana Tahunan Hutan Kemasyarakatan dan Rencana Tahunan Hutan Desa, ini cukup rumit,” ujarnya.

Sumber

Posting Komentar

0 Komentar