Jakarta | gagasanriau.com- Tidak hadirnya Menteri
Kehutanan Zulkifli Hasan dalam acara temu Nasional Hutan Kemasyarakatan
dan Hutan Desa (HKm-HD) yang dilaksanakan Auditorium Manggala Wanabakti
24-25 April 2013 berujung dilaporkannya Menhut ke Ombudsman. Karena
dinilai mal-administrasi terhadap pengurusan perijinan HKm dan HD.
Azlaini Agus, Wakil Ketua Ombudsman dalam pernyataan kepada media
mengatakan, Menhut melakukan mal-administrasi, karena lalai memberikan
layanan bagi masyarakat. Kelalaian ini, karena di peraturan jelas
disebutkan dalam mengurus perizinan membutuhkan waktu 60 hari, kenyataan
lebih dari tiga tahun.
Menurut Azlaini, kinerja Kemenhut yang lamban itu bisa dikategorikan
sebagai mal-administrasi perizinan. Selama ini, pencapaian target HKm-HD
rendah bukan karena ketertarikan masyarakat minim. Melainkan, kinerja
Kemenhut yang rendah dalam memberikan pelayanan publik, khusus
penerbitan ketetapan-ketetapan.
Layanan penetapan HKm-HD yang dijanjikan diselesaikan dalam waktu
selambat-lambatnya 60 hari bisa sampai bertahun-tahun. Akibatnya, banyak
usulan menumpuk di Kemenhut tanpa ada kepastian. Kalangan masyarakat
miskin yang sedang mengajukan hak bisa memanfaatkan hutan merasa
dirugikan.
Jauh jika dibandingkan dengan layanan Kemenhut terhadap izin pinjam
pakai pertambangan, atau pengajuan konsesi untuk kepentingan perkebunan
skala besar. Bisa dimengerti kalau kemudian segenap masyarakat yang
mengajukan HKm-HD merasa kecewa dan seperti dianaktirikan, setidaknya
kalau dibandingkan dengan para pengusaha HPH, HTI dan pertambangan.
Mal-administrasi perizinan Menhut selama ini belum mendapat perhatian
banyak kalangan. Berdasarkan catatan di Kantor Ombudsman pusat, tidak
satupun pengaduan kasus-kasus pertanahan dan kehutanan terkait dengan
kemandegan-kemandegan perizinan HKm-HD ini.
Kronologi Pelaporan Menhut ke Ombudsman
Pada tanggal 24 April 2013 telah digelar diskusi mengenai capaian dan
startaegi Kementrian Kehutanan dalam kaitannya dengan HKm-HD di
Indonesia. Satudiantaranya hadir sebagai pembicara adalah Hj. Azlaini
Agus, SH, MH dari Ombudsman. Azlaini mengatakan apabila perijinan yang
lamban dan tidak sesuai dengan standarisasi yang ada, maka itu dinilai
mal-administrasi.
Pada tanggal 25 April 2013 kemudian dilaksanakan Rapat Pleno,
merancang usulan dan strategi tentang permasalahan yang ada. Khususnya
yang terkait permaslahan perijinan HKm-HD di Indoensia. Setelah rapat
pleno selesai, jadwal selanjutnya adalah berdialog dengan Menteri
Kehutanan. Karena hal itu adalah yang paling tepat. Dan tidak boleh
diwakilkan, karena kalau diwakilkan tidak sesuai dengan kapasitas,
apalagi hingga memutuskan sebuah kebijakan.
Jadwal pertemuan dengan Menteri Kehutanan dijadwalkan pada Pukul
14.00WIB, namun hingga 14.00WIB Menteri Kehutanan belum juga datang.
Pengunduran waktu kemudian dinilai sebagai solusi, namun hingga
pengunduran waktu hamper mencapai 1 jam beum juga muncul kemudian para
pendamping desa dan para peserta angkat bicara tentang ke-engganan
Menteri Kehutanan tidak hadir. Menteri dinilai tidak menghargai dengan
para peserta yang sudah jauh-jauh datang.
Dikutip dari Mongabay.co.id, Akhirnya menhut digantikan oleh San Afri
Awang, Staf Ahli Menteri Kehutanan didampingi Sumarto, Kepala Humas
Kemenhut.
Dan dihari itu juga, didampingi Komisioner DKN, Ita Natalia dan
Martua Sirait? sebagai Anggota Komisi Lingkungan dan Perubahan Iklim
DKN, masyarakat dan pendamping, mendaftarkan kasus mal-administrasi
Menhut ke Ombudsman.
DKN coba untuk pahami, laporan masuk dari masyarakat dan sudah buat
pernyataan, tapi tak ditanggapi serius (Kemenhut). Kini makin
mengerucut, tidak ada keberpihakan negara, kata Ita Natalia. Untuk itu,
mereka memutuskan melaporkan kasus ini ke Ombudsman RI.
Kami tak buka lagi negoisasi. Kami akan tempuh jalur hukum, kata Hery
Santoso, dari Java Learning Center. Sore itu, dengan beberapa mobil,
mereka langsung menuju Ombudsman RI di Jl Rasuna Said. Hasil konsultasi
ke Ombudsman tadi, kasus ini didaftarkan sebagai masalah sistemis dengan
harapan ada perbaikan sistem, kata Martua Sirait, Anggota Komisi
Lingkungan dan Perubahan Iklim DKN.
Hermawansyah, Dewan Pengurus Gemawan, organisasi berbasis lingkungan
dan kehutanan di Kalimantan Barat (Kalbar) mengatakan, ini jelas
tindakan mal administrasi Menhut atas kelalaian dan pengabaian usulan
HD-HKm terkatung-katung hampir tiga tahun.
Wawan, begitu biasa disapa, menjelaskan, di Kalbar, ada 23 desa yang
mengusulkan HD dari empat daerah, yakni, Kabupaten Kayung Utara (KKU),
Ketapang, Sintang dan Kapuas Hulu. Baru enam yang keluar SK Penetapan
Areal Kerja Hutan Desa dari Menhut di Ketapang. Ada 15 usulan sudah
verifikasi. Kasus paling lama, kata Wawan, di lima desa di KKU, sudah
diajukan Oktober 2010, verifikasi Maret 2011 dan belum jelas sampai saat
ini. Padahal prosedurnya 60 hari bisa keluar SK Menhut.
Untuk kasus di KKU itu, bupati telah dua kali mengirim ?surat kepada
Kemenhut tetapi tak pernah direspon. Kami juga sudah bertemu Menhut 10
Januari 2013. Saat ketemu Menhut ok, statemennya semua HD akan di SK-kan,
tapi setelah dikoordinasikan secara teknis, dinaikkan lagi surat mohon
ke PAK-HD, ternyata status sama dengan daerah lain: masih di atas meja
Menteri.
San Afri Awang mengatakan, pemerintah serius mengurus HKm-HD tetapi
memang tak bisa cepat, salah satu kendala peta. Selisih satu hektar saja
bisa jadi problem. Jadi kita hati-hati sekali. Kalau ada masalah lagi,
Kemenhut lagi yang salah. Masalah peta, katanya, tak bisa diserahkana
pada semua orang. Bikin peta mungkin bisa dilakukan pemetaan
partisipatif, tapi masalah tata ruang, itu harus Planologi.
Mengenai laporan masyarakat sipil ke Ombudsman itu tak masalah.
Silakan saja. Itu hak masyarakat sipil. Namun, perlu dicatat, kami tak
pernah menghentikan perizinan. Namun, dari temu nasional ini memang
memberikan catatan bahwa banyak muncul kegelisahan di masyarakat, dalam
proses HKm-HD.
Silvia M dari Dinas Kehutanan Papua Barat juga angkat bicara. Dia
mengatakan, sudah datang jauh-jauh dari? Papua, ingin pulang membawa
jawaban bagi masyarakat. Kami dari 2010, sudah bersama-sama masyarakat
dan pendamping mengusulkan hutan desa di Kaimana, tapi belum ada
penetapan.
Saat ini, katanya, mereka datang membawa beban jawaban karena sudah
bekerja mengurus hutan desa menggunakan APBD. Kami mohon, kalau pun kami
harus menunggu, apa yang harus kami perbaiki. Kami tak bisa diam sama
sekali karena masyarakat datang ketuk kantor kami untuk tanya.
Dia khawatir, masyarakat tak percaya lagi dengan pemerintah karena
proses yang berlarut-larut ini. Kami khawatir ada pihak lain yang
menawarkan kepada masyarakat dan tak ada nilai konservasi. Kami minta
apa kekurangan kami, walaupun hanya secarik kertas (pemberitahuan dari
Kemenhut).
Keluhan senada datang dari Samuel, Yayasan Kasih Mandiri, Flores Alor
Lembata. Menurut dia, klaim kawasan hutan oleh negara selama ini telah
mencederai masyarakat adat dan menciptakan banyak masalah. Masyarakat
pun menyambut baik, saat ada program pemerintah HKm-HD ini. Sayangnya,
saat masyarakat pemohon HKm-HD bekumpul, Menhut tak muncul. Hari ini
beliau tak hadir, padahal ini tempat menteri.
Kami butuh kepastian, tak usah diulang-ulang lagi. Menteri kalau
memang punya perhatian, datang. Ini orang datang dari mana-mana,
jauh-jauh, biaya mahal. Ini tak ada hati sama sekali. Paling cuma 10
menit, tidak lama-lama. Sudah, kalau begini kami langsung lapor ke
Ombudsman saja. Setelah itu, sebagian peserta keluar ruangan, jumpa pers
sebentar, lalu menuju ke Ombodsman. *SP*
0 Komentar