JAKARTA - Sejumlah lembaga swadaya masyarakat yang tergabung dalam Koalisi Anti Mafia Hutan menemukan adanya indikasi korupsi sumber daya alam sebesar Rp 1,927 triliun sepanjang 2006-2008. Dalam catatan Indonesia Corruption Watch (ICW), salah satu anggota koalisi, sedikitnya ada lima kasus yang terindikasi korupsi di sektor itu.
"Satu dugaan suap penerbitan izin pertambangan, tiga dugaan korupsi pada sektor perkebunan, dan satu di sektor kehutanan," kata anggota Badan Pekerja ICW, Tama S. Langkun, kemarin. Indikasi korupsi itu, kata dia, akan dilaporkan koalisi ke Komisi Pemberantasan Korupsi pada Jumat pekan ini.
Dari hasil investigasi koalisi, kata Tama, ada sedikitnya 16 pejabat pusat dan daerah yang diduga terlibat. "Kami sudah punya bukti transaksi dan bukti (penyalahgunaan) izin penggunaan hutan di kawasan lindung," katanya.
Menurut Sarah Agustiarini, aktivis Jaringan Advokasi Tambang, yang juga anggota koalisi, ada lima kasus korupsi yang akan dilaporkan koalisi ke KPK. Misalnya, indikasi gratifikasi proses penerbitan izin usaha pertambangan di Kota Samarinda senilai Rp 4 miliar. Ada juga indikasi korupsi alih fungsi hutan lindung menjadi perkebunan sawit di Kalimantan Barat Rp 1,088 triliun. Selain itu, koalisi menemukan indikasi korupsi dalam penerbitan izin penggunaan hutan di Kalimantan Barat Rp 51,55 miliar. Dua indikasi korupsi sisanya di Sumatera Selatan, masing-masing Rp 4,847 miliar dan Rp 1,7 triliun.
Sebelumnya, Kementerian Kehutanan pada Agustus 2011 melansir temuan adanya potensi kerugian negara akibat izin pelepasan kawasan hutan di tujuh provinsi. Nilai kerugiannya ditaksir Rp 273 triliun. Kerugian tersebut akibat adanya pembukaan 727 unit pertambangan dan 1.722 pertambangan. Adapun menurut catatan KPK sepanjang 2011-2012, dari empat provinsi di Kalimantan, ditemukan dugaan kerugian negara akibat tidak ditertibkan penambangan tanpa izin senilai Rp 15,9 triliun per tahun.
Sumber: Tempo.Co
0 Komentar